Minahasa Pernah Punya Jam Tradisional, dan Kini Punah

Minahasa menjelang malam



JAUH sebelum masuknya budaya Barat, jauh sebelum munculnya teknologi penunjuk waktu, warga Minahasa telah memiliki jam tradisional yang digunakan sehari-hari. Seiring berlalunya waktu, jam tradisional itu kini hilang ditelan jaman.

Apa yang disebut sebagai jam tradisional ini dibuat berdasarkan fenomena alam setiap hari, dalam kaitan dengan munculnya matahari (untuk siang hari) dan situasi saat matahari terbenam (untuk malam hari). 

Menurut Budayawan Minahasa Jessy Wenas dalam bukunya Sejarah dan Kebudayaan Minahasa, jam tradisional Minahasa dibagi dalam ‘Ukuran Siang’ dan ‘Ukuran Malam’. Ukuran Siang terbagi dalam 14 tingkatan berdasarkan pergerakan matahari, sementara Ukuran Malam dalam sembilan tingkatan.

Ukuran Siang 

Mondol si Endo (Matahari akan terbit), jam 05.30 pagi 

Lenta’ ni Endo (Matahari terbit), jam 06.00 

Ma’lampang sanga’an (Matahari naik tangga), jam 06.30

Lalampang ne Mapalus (Mapalus mulai jalan), jam 07.00

Antango si Endo (Matahari sudah naik tinggi), jam 08.00 

Lolambot (Siang mulai panjang), jam 09.00

Kakan ne Mapalus (Jam makan pekerja Mapalus), jam 10.00

Tawi mato’or (Matahari hampir berdiri), jam 11.00

Mato’or si Endo (Matahari tegak di atas kepala), jam 12.00

Miriso si Endo (Matahari mulai meluncur miring), jam 13.00

Mele’mo si Endo (Matahari mulai miring), jam 14.00 

Karepet Natas (Sinar deras dari atas), jam 15.00 

Karepet Wawa’ (Sinar deras bawah), jam 16.00 sore

Kakana’ne Mapalus (Kerja Mapalus berhenti), jam 17.00

Ukuran Malam

Marepouw (Hari mulai gelap), jam 18.00

Manana’u Tou (Mulai sulit mengenal manusia), jam 18.30

Karimbo-rimbo (Bayangan benda terlihat berwarna biru tua), jam 19.00

Mangapenes se tou (Manusia mulai diam), jam 20.00 – 21.00

Raremo um bengi (Malam sudah larut), jam 23.00 – 24.00

Ma’kou-kou se Kou-kou (Burung Koukou berbunyi), jam 01.00

Makukuk lewo’ se Ko’kok’ (Ayam berkukuk buruk), jam 03.00

Makukuk le’os se Ko’ko’ (Ayam berkukuk baik), jam 04.00

Ma’weniaro un aya’ (Terang mulai datang), jam 05.00 pagi

***

Karena sangat tergantung pada kondisi alam, jam tradisional ini tentu tidak akurat. Namun bagi masyarakat Minahasa tempo doeloe, ketidakakuratan bukan menjadi masalah besar karena memang seluruh aktivitas tidak sepenuhnya tergantung pada akurat-tidaknya penunjuk waktu itu. 

Kini, jam tradisional Minahasa praktis tak digunakan lagi. Hilangnya budaya Mapalus (bekerja bergotong-royong secara bergiliran) yang menjadi salah satu patokan dalam ukuran siang menjadi salah satu penyebab. 

Tentu, masuknya teknologi jam, seperti jam dinding atau jam tangan membuat jam tradisional Minahasa kini tak lagi relevan. Apalagi penunjuk waktu modern kini praktis bisa ditemui di mana saja, termasuk dalam telepon genggam. 

Penunjuk waktu di waktu malam juga praktis tidak berfungsi dengan munculnya lampu penerangan. Beberapa jenis burung yang dijadikan patokan, seperti Kou-kou Hitam (Eudinamis honorata) atau Kum-kum Hijau (Carpophaga paulina) dan Kuouw Tanah (Macrophygia albicapilla) yang biasa berbunyi sekitar pukul 03.00 dinihari (yang dalam ukuran malam ditafsirkan sebagai berkukuk buruk), juga praktis tidak terdengar lagi kicauannya. 

Sekalipun jam tradisional Minahasa itu praktis sudah punah ditelan arus modernisasi, namun setidaknya kita bisa mengetahui bahwa ada suatu masa ketika masyarakat Minahasa menjalankan aktivitas hidupnya mengikuti petunjuk waktu. Bahwa mereka hidup dengan teratur dan terjadwal, memanfaatkan fenomena alam yang terjadi sehari-hari.... []

No comments:

.
.
Powered by Blogger.