Antara Cinta dan Benci



DI DUNIA nyata, juga di dunia maya, cinta dan benci berpadu dalam narasi yang terkadang membuat kening berkerut.

Saat tulisan ini dibuat, masih banyak warga Indonesia yang belum menerima fakata bahwa Joko Widodo telah menjadi presiden Indonesia. Berbagai komentar miring selalu muncul dari pihak tertentu, terutama jika Jokowi melakukan sejumlah blunder, baik kecil maupun besar.

Cinta dan benci juga menimpa sejumlah artis. Penyanyi Agnes Monica, misalnya. Penyanyi yang kini mengubah nama menjadi Agnez Mo ini punya banyak penggemar fanatik. Juga, banyak pembenci.Tulisan bernada kebencian pada Agnez Mo selalu muncul, baik itu beralasan atau dibuat-buat.


Di bidang olahraga, pembenci dan penggemar juga kerap berperang kata di sejumlah forum. Penggemar Real Madrid akan saling caci dengan penggila Barcelona. Pecinta Inter Milan akan saling serang dengan pecinta AC Milan. Di Inggris, (juga di Indonesia) suporter Manchester United tak pernah akur dengan suporter Manchester City.

Di dalam negeri, perseteruan panjang terjadi antara pembenci PSSI dan pendukung PSSI. Perseteruan makin memanas ketika pemerintah ikut campur dan membekukan PSSI, yang berujung pada jatuhnya sanksi FIFA.

Wajar sajalah

Orang bijak mengatakan, segala sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Makan, misalnya, itu perlu. Namun makan yang berlebihan itu tidak baik. Begitu juga dengan minum. Minum yang berlebihan tak bagus. Begadang itu perlu namun begadang  berlebihan tidak baik. Browsing yang berlebihan tidak baik. Dan begitu seterusnya.

Cinta dan benci itu sifat alamiah manusia. Sifat yang memang diciptakan oleh Sang Pencipta. Namun cinta yang berlebihan, terutama pada sang idola, itu tidak baik. Sama halnya dengan benci yang berlebihan yang juga tidak baik.

Cinta yang berlebihan akan menutup mata dan batin, menutup rasio berpikir. Terlalu memuja Joko Widodo, Agnes Monica dan PSSI akan mengaburkan realitas. Jokowi akan dianggap sebagai malaekat dan pentolan PSSI dianggap sebagai dewa. Padahal, realitanya tidak seperti itu. Jokowi mungkin sosok yang paling cocok untuk memimpin Indonesia, namun jelas mantan Gubernur DKI Jakaarta ini bukan malaekat yang tanpa cacat cela. Dia hanya manusia biasa yang pasti punya kelemahan. Dan kalau dia punya kelemahan, itu amat sangat wajar.

Bagitu juga dengan petinggi PSSI. Mereka bukan manusia setengah dewa nan sakti mandraguna. Mereka hanya manusia biasa yang pasti juga punya kekurangan. Program PSSI, yang dibuat oleh manusia biasa pasti juga punya kelemahan. Dan kelemahan itu harus terus dikritisi. Tentu, dikritisi dengan cinta. Bukan dengan benci.

Benci yang berlebihan pada Agnez Mo dan PSSI, juga tidak baik. Kebencian yang mendalam akan mengendap dalam jiwa. Dan bisa menjadi penyakit. Baik penyakit kejiwaan maupun jasmani.

Jangan sampai, hanya karena persoalan Jokowi, atau PSSI, ada warga Indonesia yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit gara-gara stroke karena tekanan darah tingginya kumat, hehehehe

Jadi, silakan mencinta. Silakan membenci. Namun mencintai dan membencilah dalam taraf yang wajar. Jangan berlebihan, supaya tidak menjadi penyakit.

Setuju? []

No comments:

.
.
Powered by Blogger.