Lagu Minahasa dan ‘Kampanye’ Kumpul Kebo



MINAHASA kaya dengan budaya, termasuk lagu. Banyak lagu bercorak Minahasa yang kemudian menjadi semacam ciri khas. Namun tahukah Anda jika ada lagu Minahasa ‘tempo doeloe’ yang tergolong kontroversi karena dianggap mengkampanyekan hidup bersama tanpa pernikahan alias kumpul kebo?

Lagu dimaksud dikenal sebagai Dun Nenek Dun Tete’, yang populer di era ’70-an hingga awal ’80-an. Rata-rata anak muda sekarang mungkin tak mengetahui lagu itu yang memang kini jarang terdengar. Namun lagu ini dulu tergolong populer. Bagaimana sampai lagu ini dianggap mengkampanyekan kumpul kebo? Coba kita simak liriknya.

Dun nenek dun tete’, Kimaweng aki uma, Saksian ni kekekow, Padoncian ni Weris, Penulong si Kokoak. 

Jika diterjemahkan, lagu itu artinya kira-kira seperti ini: Nenek dan Kakek menikah di kebun, Burung Kekekow menjadi saksi, Burung Weris menjadi penyanyi, Burung Gagak sebagai Penulong. 

Penulong, adalah istilah ‘tua’ untuk menyebut seseorang yang biasa membantu tugas seorang pendeta. Menurut budayawan Jappi Tampayong (Remy Sylado) dalam "Kamus Bahasa dan Budaya Manado", istilah Penulong atau Penlong muncul di akhir abad ke-19, sebagai padanan kata Belanda tua ladepop yang artinya awam. Kata Penulong atau Penlong dikaitkan dengan istilah dalam Injil Yohanes 14:16 yakni “penolong”. 

Hingga paruh pertama abad 20 istilah Penulong masih populer di Minahasa, untuk menyebut seseorang yang menjalankan tugas dan kewajiban seorang pendeta. Di beberapa daerah di Minahasa, penulong disinonimkan dengan pendeta. 

Dalam konteks ini, bisa dipahami jika lagu ‘Dun nenek dun tete’ dianggap mengkampanyekan kumpul kebo. Karena dalam lagu itu dilukiskan tentang pernikahan nenek dan kakek di kebun, yang ditahbiskan seekor Gagak yang bertugas layaknya pendeta.

Mungkin karena alasan itu, versi terjemahan dalam bahasa Malayu Manado syairnya sudah berubah. Kalimatnya tidak lagi diterjemahkan sesuai teks asli, namun sudah disesuaikan.Versi bahasa Malayu Manado untuk lagu itu adalah: Dun Nenek dun Tete’, kaweng di kobong jao. Ba pesta diam-diam, burung-burung babunyi, kodok-kodok manyanyi.... []

1 comment:

Stenly Mandagi said...

bukan cuma lagu tempo doeloe yg mngkampanyekan hal demikian. malah skrg lbih bnyk lagi lagu2 yg kurang mndidik entah ttg bahugel, cere, atau yg berbau porno...

.
.
Powered by Blogger.