Karena Berita Hoaks itu Nyata




Tak lama setelah muncul berita kalau pesawat Lion Air JT 610 kehilangan kontak, di media sosial muncul foto empat penumpang pesawat melakukan selfie dengan masker oksigen.  Juga ada video yang disebut-sebut merupakan adegan beberapa saat sebelum pesawat jatuh. Video itu menggambarkan situasi dalam pesawat yang gelap gulita, dan para penumpang yang panik ramai-ramai memanjatkan doa. Kemudian ada foto seorang bayi yang disebut sebagai salah satu penumpang yang selamat. Di grup alumni, ada teman yang mengirim video percakapan terakhir pilot Lion Air sebelum jatuh.

Belakangan diketahui kalau semua video dan foto itu hoaks. Foto empat orang penumpang yang tengah berswafoto memakai masker oksigen itu tidak terjadi dalam pesawat Lion Air JT 610 melainkan di Sriwijaya Air saat terjadi turbulance di udara. Video situasi detik-detik jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 juga merupakan hoaks, karena apa yang terjadi dalam unggahan video itu merupakan kejadian penerbangan Lion Air JT 353 tujuan Padang-Jakarta.

Sementara foto bayi yang selamat “setelah terombang-ambing di laut” itu bukan penumpang pesawat Lion Air, melainkan salah satu bayi yang selamat dari tenggelamnya kapal KM Lestari Maju di perairan Selayar, 3 Juli 2018 lalu.

Video berisi rekaman percakapan pilot Lion Air JT 610 juga dipastikan hoaks. Selain beredar sebelum black box Lion Air JT 610 ditemukan, pihak Kominfo memastikan kalau rekaman itu berasal dari percakapan pilot pesawat lain, yakni Air Asia QZ 8501 yang jatuh pada 9 Januari 2015 dan Adam Air 574 dengan rute penerbangan Surabaya-Manado yang jatuh pada 1 Januari 2007.

Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 bukan satu-satunya peristiwa di Indonesia yang menjadi sumber hoaks. Ketika Gunung Soputan meletus awal Oktober 2018, misalnya, di media sosial muncul sejumlah foto dan video spektakuler berisi bagaimana hebatnya letusan Soputan. Belakangan diketahui kalau foto-foto itu sebenarnya bukan berasal dari gunung Soputan, melainkan letusan gunung lain baik di dalam maupun luar negeri.

Ketika terjadi gempa dan tsunami di Palu, sempat beredar foto lucu berisi sejumlah lelaki “pengungsi Palu” yang terpaksa mengenakan daster dan busana perempuan hasil sumbangan. Ternyata, foto lucu itu bukan terjadi di Palu, melainkan di Lombok.

Bagian sejarah

Kisah hoaks, atau cerita palsu alias berita towo-towo menurut lidah orang Manado, sudah menjadi bagian dari sejarah. Di Kitab Suci, ada kisah yang menggambarkan tentang hoaks. Bagaimana para imam-imam kepala menyuap para serdadu Romawi untuk mengabarkan berita hoaks, bahwa murid-murid Yesus datang malam-malam dan mencuri jasad Yesus ketika para penjaga sedang tidur. Berita hoaks ini untuk mengcounter informasi bahwa Yesus sudah bangkit. Hingga kini, rata-rata orang Yahudi masih percaya dengan kabar hoaks itu, dan meyakini bahwa Yesus Kristus tak pernah bangkit dan tulang-belulang Yesus terkubur di suatu tempat di Israel.

Di Minahasa, berita hoaks merupakan bagian dari budaya dan lebih bernuansa canda dan gurauan. Di Minahasa, adalah sangat wajar ketika seseorang menyampaikan kabar palsu kepada teman atau saudaranya, dengan tujuan utama untuk mengerjai dan bercanda.

Biasanya kabar hoaks bernuansa canda ini tidak berdampak serius karena yang dijahili akhirnya sadar kalau info yang diterimanya palsu, dan memaklumi dengan menyeringai sambil tertawa.

Tapi nuansanya memang akan berbeda ketika sebuah berita palsu kemudian diwartakan di media sosial, dan dishare orang lain. Berita palsu yang kemudian dipercaya orang sebagai kebenaran, akan mendatangkan kebingungan dan berpotensi menimbulkan keresahan.

Itu sebabnya, penegak hukum menganggap hoaks sebagai hal yang serius. Kini banyak pihak yang dengan sengaja menyebarkan hoaks yang diperiksa aparat kepolisian dan harus mempertanggungjawabkan aksinya di depan hukum.

Kalau begitu bagaimana seharusnya kita menyikapi berita hoaks? Hal yang terpenting adalah jangan langsung percaya. Bahkan jika itu foto atau video yang sangat meyakinkan, jangan langsung percaya.

Kemudian, tahan diri untuk tidak langsung menyebarkan ke pihak lain. Lakukan konfirmasi dan pengecekan ke pihak lain, atau ke situs berita yang dipercaya. Intinya adalah, “saring dulu baru sharing”.

Bagi Anda yang mungkin merasa kreatif menciptakan sesuatu yang tidak ada menjadi ada, cobalah untuk tidak mewujudkannya menjadi berita bohong. Jika itu hanya dimaksud untuk bercanda, jangan sekali-kali dipublikasi online, karena dampaknya bisa sangat besar.

Atau, alihkan kreatifitas itu ke hal lain yang lebih konkrit, misalnya menjadikannya kisah fiksi dalam bentuk cerpen atau novel, film pendek atau apa saja.

Hoaks itu nyata dan kini ada di sekitar kita. Tinggal terserah pada kita bagaimana menyikapinya…

No comments:

.
.
Powered by Blogger.