Menulis Buku: Cetak atau Digital?



"SAYA ingin menjadi penulis buku...”

Itu pernyataan seorang teman, belum lama ini. Dia kemudian menyambung dengan pertanyaan, “Kira-kira apa yang harus aku lakukan?”

Untuk bisa menjadi penulis buku, tentu langkah pertama adalah menyelesaikan naskah buku itu. Anda tak akan pernah menjadi penulis buku jika tak ada buku yang (selesai) ditulis.

Jika bukunya sudah selesai, sudah rampung dan dianggap layak untuk terbit, maka apa yang harus dilakukan?

Ada dua pilihan yang bisa diambil. Yakni cara tradisional dan cara modern.

Cara tradisional adalah, naskah buku diterbitkan dalam versi cetak. Buku cetakan ini kemudian dijual, baik di toko buku maupun dijual sendiri.

Untuk versi cetak, ada dua metode yang bisa diambil. Metode pertama adalah  menawarkan ke penerbit papan atas terkemuka, seperti Gramedia, Elex Media Komputindo, Mizan dan lain-lain. Metode kedua, menerbitkan dengan cara self publishing.

Metode pertama cenderung sukar. Para penerbit papan atas umumnya punya kriteria yang cukup tinggi terkait mutu sebuah naskah. Kalau toh naskah Anda dinilai layak terbit, itu juga perlu waktu berbulan-bulan untuk bisa tiba di toko buku. Karena naskah itu harus dikoreksi oleh editor, dan melalui masa penerbitan dan dicetak.

Saya sendiri punya pengalaman ketika sejumlah naskah (atau ide) yang saya ajukan disetujui penerbit Elex Media Komputindo. Semuanya tipe non fiksi. Bahkan ada dua proposal yang saya ajukan dan sudah disetujui untuk diterbitkan, namun naskahnya sampai sekarang belum rampung, dan kemungkinan besar tak akan rampung karena saya yang (sok) sibuk, hehehe.

Pengalaman saya, untuk genre non fiksi itu cenderung mudah diterima penerbit papan atas. Dari sejumlah proposal yang saya ajukan, seingat saya hanya satu yang ditolak editor Elex karena dinilai tidak punya nilai jual (waktu itu saya menawarkan naskah berisi perbandingan mesin pencari Google vs Yahoo vs Bing).

Jika naskah yang diajukan ke penerbit papan atas ditolak, maka langkah alternatif adalah metode kedua,yakni menerbitkan sendiri, dengan biaya sendiri.

Metode ini bisa dilakukan sepanjang Anda punya modal. Yakni uang puluhan juta rupiah untuk biaya cetak. Anda juga harus mengeluarkan modal ekstra untuk menyewa pihak yang ahli membuat cover dan lay out buku.

Metode kedua ini tidak dianjurkan bagi Anda yang punya modal pas-pasan, hehehe.

Era digital

Namun, menerbitkan buku versi tradisional melalui cetakan bukan satu-satunya cara. Terima kasih pada teknologi, kini Anda bisa menerbitkan buku secara modern. Secara digital.

Menerbitkan buku secara digital sudah saya lakukan selang beberapa tahun terakhir. Berawal dari coba-coba menerbitkan naskah di Amazon, yang kini berlanjut ke Google Play.

Era digital menjadi sangat seksi, karena kini tren penerbitan memang mengarah ke digital. Kini, banyak media cetak terkemuka yang menyatakan “goodbye” pada versi cetak dan sepenuhnya berkutat pada online. Majalah Hai, contohnya. Majalah yang saya baca sejak remaja, menyatakan berpisah dengan versi cetak pada Juni 2017, dan sepenuhnya beralih ke online. Tabloid papan atas Bola, juga demikian. Setelah 34 tahun, tabloid yang menjadi referensi penggemar sepakbola ini akhirnya menyerah, dan hanya akan menyapa pembacanya melalui online.

Di Indonesia, era membaca buku melalui cetakan mungkin masih akan bertahan, setidaknya hingga sepuluh hingga dua puluh tahun ke depan. Namun hanya masalah waktu bagi penerbitan cetakan untuk menyerah, dan sepenuhnya beralih ke digital.

Bagi pembaca, versi digital juga memudahkan beragam kemudahan. Terutama pada efisiensi. Sebagai contoh, saya adalah pembaca fanatik cerita silat karangan Kho Ping Ho (KPH). Pada versi cetak , satu judul karya KPH yang puluhan jilid memerlukan satu tas. Untuk sepuluh judul cersil karya KPH, perlu berkoper-koper.

Pada versi digital, di ponsel saya bisa mengunduh puluhan judul cersil karya KPH. Novel versi digital tak memerlukan wadah. Tak perlu tas atau koper.

Jadi, di zaman now, menerbitkan buku versi digital merupakan pilihan yang sangat menarik. Dan sangat seksi...

No comments:

.
.
Powered by Blogger.